Ticker

12/recent/ticker-posts

Antara SAREKAT DAGANG ISLAM (1905) - dan SAREKAT DAGANG ISLAMIAH (1909. Oleh Nunu A Hamijaya Sejarawan Publik

Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) , yang mengundurkan diri itu YUDI LATIEF,Ph.D. adalah seorang intelegensia nasionalis sekuler penulis buku berjudul INTELIGENSIA MUSLIM DAN KUASA. Genealogi Inteligensia Muslim Indonesia Abad Ke-20.

Dalam suratnya, sebagai seorang PANCASILAIS,ia menulis

TERIMA KASIH, MOHON PAMIT
Salam Pancasila!
Saudara-saudaraku yang budiman,
Hari kemarin (Kamis, 07 Juni 2018), tepat satu tahun saya, Yudi Latif, memangku jabatan sebagai Kepala (Pelaksana) Unit Kerja Presiden-Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP)--yang sejak Februari 2018 bertransformasi menjadi Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).
…………………………………………………………………………………
Saya mohon pamit. "Segala yang lenyap adalah kebutuhan bagi yang lain, (itu sebabnya kita bergiliran lahir dan mati). seperti gelembung-gelembung di laut berasal, mereka muncul, kemudian pecah, dan kepada laut mereka kembali" (Alexander Pope, An Essay on Man).
Salam takzim,
Yudi Latif

Dalam bukunya itu , ia membahas tentang sejarah integensia di Indonesia, dan menyebutkan figur-figur berpengaruh dari Sarekat Islam (SI), seperti Umar Said Tjokroaminoto (1882-1934), yang merupakan anak-anak dari priyayi Muslim yang taat.

Namun ada keANEH-an , ia sama sekali tak pernah menyebut-nyebut nama SAMANHUDI dan SAREKAT DAGANG ISLAM -nya yang berdiri 16 Oktober 1905. Padahal ia membahas DOENIA BERGERAK terbit di Surakarta (1914/1915) yang menampilkan sosok MAS MARCO KARTODIKROMO, yang komunis, yaitu paman S.M, KARTOWIRJO. Tanpa membahas kehadiran TAMAN PEWARTA-nya SAMANHUDI.

Dalam buku Api Sejarah karya Ahmad Mansur Suryanegara pada halaman 350 dituliskan, “Haji Samanhudi (1868-1956) membangun organisasi Sarekat Dagang Islam, 16 Sya’ban 1323, Senin Legi, 16 Oktober 1905, di Surakarta. Guna memperluas informasi dalam upaya pembentukan organisasi tersebut, diterbitkanlah dahulu buletin, Taman Pewarta.”

Dituliskan juga bahwa Taman Pewarta bertahan selama 13 tahun sejak 1902-1915. Berarti Taman Pewarta sudah ada lebih dahulu dibandingkan Sarekat Dagang Islam yang baru dibentuk 16 Oktober 1905 dan berubah nama menjadi Sarekat Islam pada 1906. Sebuah media bisa bertahan selama 13 tahun pada masa kolonial Belanda, tentu prestasi yang layak diberikan apresiasi.

“Perlu diperhatikan, bahwa buletin Taman pewarta ini bisa bertahan selama 13 tahun, karena isinya yang Islami dan merakyat. Adapun buletin lawannya berumur pendek karena dikonsumsi oleh kalangan terbatas, yakni kaum priyayi.” (Ahmad Mansur Suryanegara 2009: 314).

Adalah aneh jika ia tak tahu, kecuali memang dia sengaja mengubahkan alur sejarang Indonesia titiknolnya bukan dari SAREKAT DAGANG ISLAM, yang didirikan H.SAMANHUDI, akan tetapi menggantinya dengan SAREKAT DAGANG ISLAMIYAH-nya TIRTO ADHI SURJO.

Ia menulis
“.. pada tahun 1901 komunitas Arab mendirikan sebuah organisasi di Batavia yang diberi nama AL-DJAMI’AT AL-CHAIRIJAH (yang lebih dikenal dengan Djami’at Chair)”

Ia justru banyak menyebut-nyebut TIRTO ADHI SURJO (1880- 1918). Sebagai tokoh nasionalis sekuler yang dikaguminya sebagai kaum intelegensia.
Ia pun menulis…

Pada tahun 1903 ketika Tirto Adhi Surjo, dengan dukungan finansial dari Bupati Cianjur, yaitu R.A.A. PRAWIRADIREDJA, mengelola mingguan SOENDA BERITA di Cianjur. pada tahun 1907 meluncurkan sebuah mingguan baru berbahasa Melayu pasar di Batavia, MEDAN PRIJAJI. Yang mendapatkan perlindungan politik dari Gubernur Jenderal Belanda VAN HEUTSZ. Tirto Adhi Surjo memelopori pendirian SAREKAT PRIJAJI di Batavia (Jawa) pada tahun 1906.

Bahkan, setelah mengemukakan tentang adanya Boedi Oetome (1908), Yudi menjelaskan dalam suatu paragrap utuh

Dalam ranah perhimpunan-perhimpunan sosial, tonggak penting dalam proses perluasan ruang publik, melampaui orbit dari aristokrasi yang telah mapan, ialah pembentukan SAREKAT DAGANG ISLAMIAH (SDI) pada tahun 1909 di Bogor. Dirintis oleh Tirto Adhi Surjo, perhimpunan ini kemudian dipimpin oleh mantan-mantan pelajar STOVIA dan inteligensia lain serta para ulama-pedagang dari peranakan Arab dan Boemipoetra.

Dalam ranah perhimpunan-perhimpunan sosial, tonggak penting dalam proses perluasan ruang publik, melampaui orbit dari aristokrasi yang telah mapan, ialah pembentukan SAREKAT DAGANG ISLAMIAH (SDI) pada tahun 1909 di Bogor. Dirintis oleh TIRTO ADHI SURJO, perhimpunan ini kemudian dipimpin oleh mantan-mantan pelajar STOVIA dan inteligensia lain serta para ulama-pedagang dari peranakan Arab dan Boemipoetra. (Latief,Yudi Inteligensia Muslim dan Kuasa : 189)

Konstituen dari SDI berbasis pada apa yang Tirto sebut sebagai ‘Kaoem Mardika’ atau ‘Vrije Burgers’ (warga negara yang merdeka), yaitu orang-orang yang mata pencahariannya tidak bergantung pada pemerintah kolonial. Tujuan utama dari perhimpunan itu, menurut artikel Tirto yang dimuat dalam Medan Prijaji 3 (1909), ialah untuk memperbaiki kondisi-kondisi buruk yang dialami oleh para pengusaha/pedagang (Muslim) pribumi sehingga bisa mengejar paling tidak kemajuan yang dicapai para pedagang keturunan Cina, kalau bukannya yang dicapai orang-orang Eropa. Mengenai urgensi pendirian perhimpunan dagang Muslim itu, Tirto menyatakan:

Di tengah kondisi kebangkitan ulama melalui aktivitas pasar, pemerintah kolonial Belanda berupaya mendirikan organisasi tandingan. Pemerintah kolonial mendirikan Sarekat Dagang Islamiyah, pada tahun 1909 M di Bogor. SAREKAT DAGANG ISLAMIYAH dipimpin oleh R.M.T Adhisoerjo (1830-1919 M). Selain itu Adhisoerjo juga merupakan pimpinan redaksi Medan Prijaji, dan anggota Boedi Oetomo Afdeeling II di Bandung.
Berbeda dengan SI Haji Samanhoedi, SDI Adhisoerjo sangat lah dekat dengan pemerintah kolonial. Hal ini dapat dilihat dari ketegantungan mereka terhadap dana dan perlindungan dari pemerintah kolonial.

Selanjutnya ia menulis

Prestasi terbesar dalam pembentukan perhimpunan- perhimpunan yang berbasis pada prinsip-prinsip kaoem moeda Islam ialah berdirinya MUHAMMADIYAH dan SAREKAT ISLAM pada tahun 1912.

Silakan bandingkan dengan tulisan Nunu A Hamijaya, dalam bukunya Titik Nol : Kehendak Berpemerintahan Sendiri (1916) atau dalam bukunya AHMAD MANSUR SURYANEGARA berjudul API SEJARAH-nya buku yang fenomenal itu dengan jelas mengemukakan tentang adanya SAREKAT DAGANG ISLAM yang didirikan H. SAMANHUDI.

HILANGNYA, Narasi sejarah NATICO I ( 1916)

Jika, kesengajaan dalam menghapus jejak identitas sejarah pribumi muslim dilakukan oleh seorang YUDI LATIF, penulis tunggal, ternyata terdapat pula pengHILANGAN-an narasi sejarah tentang NATONAL CONGRES (NATICO) I yang berlangusung di Kota Bandung , 17 -24 Juni 1916. Hal ini justru dalam buku tentang HOS TJOKROAMINOTO : PENYEMAI PERGERAKAN KEBANGSAAN & KEMERDEKAAN, buku yang diterbitkan dalam rangka peringatan 107 Kebangkutan Nasional. Buku ini diterbitkan oleh Museum Kebangkitan Nasional , Kemendikbud, RI (2015) dengan otim penulis Tjoko Marihandono. Yudha B Tangkilisan dan Harto Juwono.

Jika kita amati satu persatu halamannya, yang dijelaskan adalah tentang Kongres Nasional SI II di Batavia, sementara tentang Kongres Nasional (NATICO) I di Bandung tidak ada satu frase pun dalam buku tersebut yang menjelaskan.

Demikianlah, upaya-upaya penghilangan ‘titik nol’ dalam sejarah umat islam ‘bangsa Indonesia’ memang sungguh-sungguh nyata terjadi! Inilah kerjaan intelegentia nasionalis sekuler sejak dulu hingga saat ini dan akan terus berlaku. Sayangnya, hanya sedikit INTELEGENTIA MUSLIM INDONESIA yang NGEH dan peduli!!

Tjiranjang, MILAD KE-117 SAREKAT DAGANG ISLAM, 16 Oktober 1915-2022

Posting Komentar

0 Komentar