Sudah lama rezim di negeri ini
seolah memandang remeh nyawa warganya. Ratusan manusia yang kehilangan nyawa
dianggap tidak berharga oleh Negara. Paling tidak hal itu berlangsung sejak
pembunuhan puluhan orang yang terduga terorisme (seperti pembunuhan Siyono pada
tahun 2016), meninggalnya lebih dari 850 petugas KPPS pada Pemilu 2019 lalu,
pembunuhan terhadap 6 laskar FPI pada tahun 2020, hingga ‘pembantaian’ lebih
dari 130 orang penonton/suporter sepakbola di Stadion Kanjuruhan Malang
baru-baru ini.
Ironisnya, dalam banyak kasus,
justru pelakunya adalah alat negara. Dalam kasus terakhir, misalnya, tewasnya
ratusan penonton/suporter bola di Stadion Kanjuruhan Malang diduga kuat adalah
akibat terkena tembakan gas air mata oleh aparat kepolisian. Mereka tewas bukan
akibat kerusuhan antar suporter. Tragisnya, gas air mata tersebut ternyata
sudah kedaluwarsa. Efeknya, sebagaimana kata seorang pengamat/ahli kimia, jauh
lebih berbahaya. Faktanya, ratusan orang harus meregang nyawa. Semua ini seolah
membantah klaim polisi bahwa tewasnya ratusan suporter tersebut bukan karena
tembakan gas air mata.
Di sisi lain, klaim Presiden yang
menyebut seolah-olah ketidaklayakan stadion tersebut sebagai penyebab utama
tewasnya ratusan suporter tentu tidak bijak. Apalagi Presiden sama sekali tidak
menyinggung apalagi menyalahkan pihak aparat kepolisian yang nyata-nyata telah
melakukan tindakan yang melanggar hukum. Yang lebih ironis, sampai saat ini tak
ada satu pun dari pihak Pemerintah yang mau bertanggung jawab.
Nyawa Manusia Tidaklah Murah
Nyawa manusia adalah anugerah Allah
SWT yang amat berharga. Karena amat berharga, Allah SWT menetapkan pembunuhan
seorang manusia sama dengan menghilangkan nyawa seluruh umat manusia:
مَنْ
قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي اْلأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ
النَّاسَ جَمِيعًا
Siapa saja yang membunuh seseorang
bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena dia membuat
kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh seluruh manusia
(TQS al-Maidah [5]: 32).
Apalagi jika yang terbunuh adalah
seorang Mukmin. Nabi saw. bersabda:
لَزَوَالُ
الدُّنْيَا أَهْوَنُ عِنْدَ اللهِ مِنْ قَتْلِ رَجُلٍ مُسْلِمٍ
Kehancuran dunia ini lebih ringan di
sisi Allah dibandingkan dengan pembunuhan seorang Muslim (HR an-Nasa’i).
Tak hanya Muslim, membunuh
non-Muslim pun—tanpa ada alasan yang dibenarkan—adalah terlarang. Dasarnya
adalah sabda Nabi saw.:
مَنْ
قَتَلَ مُعَاهَدًا لَمْ يَرِحْ رَائِحَةَ الْجَنَّةِ وَإِنَّ رِيحَهَا تُوجَدُ
مِنْ مَسِيرَةِ أَرْبَعِينَ عَامًا
Siapa saja yang membunuh kafir
mu’âhad tidak akan mencium wangi surga. Padahal sungguh wangi surga itu sudah
bisa tercium dari jarak perjalanan 40 tahun (HR al-Bukhari).
Bahkan jangankan membunuh, sekadar
menimpakan bahaya dan kesusahan kepada sesama—yang tidak sampai menghilangkan
nyawa mereka—juga diharamkan di dalam Islam. Nabi saw. bersabda:
مَنْ
ضَارَّ ضَرَّهُ اللهُ وَمَنْ شَاقَّ شَقَّ اللهُ عَلَيْه
Siapa saja yang membahayakan orang
lain, pasti Allah akan menimpakan bahaya kepada dirinya. Siapa saja menyusahkan
orang lain, pasti Allah akan menimpakan kesusahan kepada dirinya (HR al-Hakim).
Apalagi jika pelakunya adalah
penguasa yang menimpakan kesusahan dan bahaya kepada rakyatnya.
Nabi saw. bahkan mengingatkan kaum
Muslim untuk berhati-hati saat membawa anak panah di tengah kerumunan, seperti
di pasar, agar tidak melukai orang lain meski tidak disengaja. Beliau bersabda:
إِذَا
مَرَّ أَحَدُكُمْ فِي مَسْجِدِنَا أَوْ فِي سُوقِنَا وَمَعَهُ نَبْلٌ فَلْيُمْسِكْ
عَلَى نِصَالِهَا أَوْ قَالَ فَلْيَقْبِضْ بِكَفِّهِ أَنْ يُصِيبَ أَحَدًا مِنَ
الْمُسْلِمِينَ مِنْهَا شَىْءٌ
Jika salah seorang di antara kalian
melewati masjid kami, atau pasar kami, sedangkan ia membawa anak panah,
hendaklah ia memegang (menutup) mata anak panahnya atau memegang dengan
tangannya agar tidak melukai salah seorang Muslim pun (HR al-Bukhari).
Ancaman Keras Terhadap Pelaku
Pembunuhan
Allah SWT dan Rasul-Nya telah mengancam
keras pelaku pembunuhan, terutama kepada orang Mukmin. Pertama: Pelakunya
dinilai telah melakukan dosa besar. Bahkan Nabi saw. menyebutkan bahwa membunuh
Mukmin adalah tindakan kekufuran:
سِبَابُ
الْمُسْلِمِ فُسُوقٌ وَقِتَالُهُ كُفْرٌ
Menghina seorang Muslim adalah
kefasikan, sedangkan membunuhnya adalah kekufuran (HR al-Bukhari).
Kedua: Pelakunya diancam dengan
Neraka Jahanam dan dia kekal di dalamnya. Allah SWT berfirman:
وَمَنْ
يَقْتُلْ مُؤْمِنًا مُتَعَمِّدًا فَجَزَاؤُهُ جَهَنَّمُ خَالِدًا فِيهَا وَغَضِبَ
اللَّهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُ وَأَعَدَّ لَهُ عَذَابًا عَظِيمًا
Siapa saja yang membunuh seorang
Mukmin dengan sengaja, balasannya ialah Neraka Jahanam. Dia kekal di dalamnya.
Allah murka kepada dia, mengutuk dia dan menyediakan bagi dirinya azab yang
besar (TQS an-Nisa’ [4]: 93).
Ketiga: Jika pelakunya banyak maka
seluruh pelakunya akan diazab dengan keras. Rasul saw. bersabda:
لَوْ
أَنَّ أَهْلَ السَّمَاءِ وَأَهْلَ الأَرْضِ اجْتَمَعُوا عَلَى قَتْلِ مُسْلِمٍ
لَكَبَّهُمُ اللهُ جَمِيعًا عَلَى وُجُوهِهِمْ فِي النَّارِ
Andai penduduk langit dan penduduk
bumi berkumpul membunuh seorang Muslim, sungguh Allah akan membanting wajah
mereka dan melemparkan mereka ke dalam neraka (HR ath-Thabarani).
Keempat: Para pembunuh akan dituntut
pada Hari Kiamat oleh para korban pembunuhan mereka. Di dunia sering para
pembunuh kaum Mukmin lolos dari jerat hukum atau malah mendapatkan pembelaan
dan perlindungan hukum dari para penguasa. Namun, tidak demikian pada Hari
Akhir. Nabi saw. bersabda:
يَجِيءُ
الْقَاتِلُ وَالْمَقْتُولُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مُتَعَلِّقٌ بِرَأْسِ صَاحِبِهِ –
وفي لفظ: يَجِيءُ مُتَعَلِّقًا بِالْقَاتِلِ تَشْخَبُ أَوْدَاجُهُ دَمًا – يَقُولُ
: رَبِّ سَلْ هَذَا لِمَ قَتَلَنِي
Pembunuh dan korban yang dibunuh
akan didatangkan pada Hari Kiamat dengan menenteng kepala temannya (pembunuh).
Dalam riwayat lain dinyatakan: Dia (korban) membawa sang pembunuh, sementara
urat lehernya bercucuran darah. Lalu dia berkata, “Ya Allah, tanya orang ini,
mengapa dia membunuh saya.” (HR Ibnu Majah).
Kelima: Para pelaku pembunuhan yang
bergembira dengan tindak pembunuhan mereka tidak berhak mendapatkan pengampunan
dari Allah SWT. Sabda Nabi saw.:
مَنْ
قَتَلَ مُؤْمِنًا فَاعْتَبَطَ بِقَتْلِهِ لَمْ يَقْبَلِ اللَّهُ مِنْهُ صَرْفًا
وَلاَ عَدْلاً
Siapa saja yang membunuh seorang
Muslim, lalu dia bergembira dengan pembunuhan tersebut, maka Allah tidak akan
menerima tobat dan tebusannya (HR Abu Dawud).
Tanggung Jawab Negara
Negara sudah seharusnya bertanggung
jawab dalam menjaga dan memelihara jiwa setiap warganya. Jangan sampai ada
seorang warga negara pun—Muslim ataupun non-Muslim—yang harus kehilangan
nyawanya tanpa alasan yang dibenarkan. Karena itu untuk mencegah tindak
pembunuhan yang disengaja, Negara dalam Islam wajib memberikan sanksi yang
keras berupa hukuman qishâsh kepada pelaku pembunuhan. Dasarnya adalah firman
Allah SWT:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِصَاصُ فِي الْقَتْلَى الْحُرُّ
بِالْحُرِّ وَالْعَبْدُ بِالْعَبْدِ وَالْأُنْثَى بِالْأُنْثَى
Hai orang-orang yang beriman,
diwajibkan atas kalian qishâsh berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh: orang
merdeka dengan orang merdeka, hamba sahaya dengan hamba sahaya, dan wanita
dengan wanita… (TQS al-Baqarah [2]: 178).
Qishâsh adalah hukuman balasan yang
setimpal. Dalam kasus pembunuhan, qishâsh diberlakukan dalam bentuk hukuman
mati bagi pelakunya. Hukuman qishâsh ini akan memberikan rasa keadilan bagi
keluarga yang ditinggalkan, sekaligus menjadi pencegah tindakan kejahatan
serupa. Jika keluarga korban tidak menghendaki qishâsh, mereka bisa menuntut
pembayaran diyat atau denda kepada para pelaku pembunuhan. Diyat yang dimaksud
berupa 100 ekor unta; 40 di antaranya dalam keadaan bunting. Atau, bisa juga
dengan membayarkan uang sebesar 1000 dinar.
Negara juga wajib mencegah segala
hal yang membahayakan dan mengancam jiwa manusia. Dasarnya adalah sabda Nabi
saw.:
لاَ
ضَرَرَ وَ لاَ ضِرَارَ
Tidak boleh (haram) ada sesuatu yang
membahayakan diri sendiri maupun orang lain (HR Ibn Majah dan Ahmad).
Begitulah mulianya syariah Islam
dalam melindungi nyawa manusia. Karena itu sepanjang Negara Islam tegak sejak
Nabi saw. di Madinah, kemudian dilanjutkan oleh al-Khulafa’ ar-Rasyidun, setiap
warga negara, Muslim ataupun non-Muslim, mendapatkan perlindungan yang luar
biasa. Tidak setetes pun darah tumpah melainkan ada pembelaan dari Negara
Islam.
Ini sangat berbeda dengan negara
yang menerapkan sistem sekuler seperti saat ini. Negara sekuler tampak sering
gagal dalam melindungi kehormatan dan jiwa manusia. Dalam banyak kasus
pembunuhan, apalagi jika pelakunya aparat negara, hukum sering dipermainkan.
Pelakunya acapkali dihukum ringan, bahkan tak jarang dibebaskan. Dalam kasus
pembunuhan 6 laskar FPI, misalnya, atau pembunuhan Brigadir J oleh Sambo,
tampak sekali betapa hukum yang tegas seolah sangat sulit diterapkan kepada
para pelakunya.
Alhasil, saatnya sistem sekuler kita
campakkan. Saatnya umat hanya menerapkan hukum Islam yang pasti bisa menjaga
serta memelihara kehormatan dan jiwa manusia. Saatnya umat menerapkan syariah
Islam secara kâffah dalam seluruh aspek kehidupan.
WalLâh a’lam bi ash-shawâb. []
Hikmah:
Allah SWT berfirman:
إِنَّ
الَّذِينَ فَتَنُوا الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ ثُمَّ لَمْ يَتُوبُوا
فَلَهُمْ عَذَابُ جَهَنَّمَ وَلَهُمْ عَذَابُ الْحَرِيقِ
Sungguh orang-orang yang
mendatangkan cobaan kepada kaum Mukmin laki-laki dan wanita, kemudian mereka
tidak bertobat, bagi mereka azab Jahanam dan bagi mereka azab (neraka) yang
membakar. (TQS al-Buruj [85]: 10). / red
0 Komentar
selalu santun dan layak dibaca