Upaya Mengaburkan Sejarah Umat Islam Bangsa Indonesia (1916-1962)
Bagian I
Oleh Nunu A Hamijaya
Sejarah adalah cerita atau catatan tentang kejadian yang objektif mengenai masa lalu. Sejarah memiliki informasi yang sudah dikaji secara matang dan menghasilkan beberapa keterangan valid, namun tidak jarang masih terdapat beberapa bias sejarah.
Hal tersebut selaras dengan pandangan dari New Historicism yang menyebutkan bahwa sejarah itu subjektif dan merupakan interpretasi atas masa lalu, bukanlah benar-benar masa lalu tersebut.
Oleh karena itu, sejarah masih bisa menimbulkan bias-bias pemikiran. Dalam dunia sejarah, masih bisa didominasi oleh kemungkinan-kemungkinan hingga asumsi-asumsi. Hal-hal tersebut bisa disebut bias sejarah atau historical bias.
Dalam judul tulisan ini terdapat konsep bias yang menurut kamus berarti (1) “a tendency to be in favour of or against something or someone without knowing enough to be able to judge fairly”; (2) “a tendency of mind”; (3) “prejudice”; (4) “partiality”. Dari pengertian-pengertian itu jelas terlihat bahwa konsep bias mengandung makna tentang kecenderungan pikiran seseorang atau sekelompok orang yang ada kalanya membela satu pihak dan menentang pihak lain, keberpihakan, atau purbasangka.
Konsep “historical bias” mengandung makna adanya bias dalam merekonstruksi peristiwa sejarah sehingga melahirkan penuturan yang dianggap tidak jujur, penuturan yang memihak. Berbagai pihak menganggap bahwa penuturan itu tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya, melainkan telah membias (melenceng). Secara umum dipahami bahwa cerita sejarah berguna sebagai upaya membangun memori kolektif, sehingga dituntut menuturkan peristiwa di masa lalu itu secara jujur, relatif seperti apa adanya. Berkaitan dengan ini perlu kiranya diingat selalu pendapat Cicero yang menyatakan bahwa sejarah adalah magistra vitae (Lucey, 1984:14).
Dalam uraian selanjutnya, Lucey mengutip pendapat Cicero tentang ketentuan yang harus diingat dan dipatuhi oleh para sejarawan. “The first law of history is to dread uttering a falsehood; the next not to fear stating the truth.” (Lucey, 1984:15). (Hukum pertama sejarah adalah sungguh-sungguh takut mengatakan dusta; untuk selanjutnya tidak takut menyatakan kebenaran).
Sejalan dengan itu, orang bijak sering mengingatkan agar generasi sekarang ini tidak lupa berguru pada pengalaman di masa lalu. Narasi sejarah seharusnya tidak merupakan hasil pelintiran pengamat atau penulisnya yang dengan sengaja menyalahi hakikat sejarah sebagai ilmu yang mengutamakan obyektivitas. Akan tetapi, tugas sejarawan tidak sesederhana dan semudah tuntutan itu.
Untuk lebih memahami aspek-aspek yang menyebabkan terjadinya historical bias ini, ada baiknya diperhatikan elemen-elemen kegiatan sejarah (elements of historical activity) dan struktur kegiatan sejarah (structure of historical activity) yang dikemukakan oleh Stanford (1987:4-6).
Pakar ilmu sejarah ini berpendapat bahwa elemen-elemen kegiatan sejarah itu terdiri atas dua bagian besar, yaitu elemen-elemen yang tidak terlihat (unseen) dan elemen-elemen yang terlihat (seen). Sebagaimana layaknya suatu struktur, elemen-elemen kegiatan sejarah itu berhubungan satu terhadap yang lain dalam satu kesatuan. Stanford menambahkan bahwa hubungan elemen yang satu dengan elemen yang lain merupakan hubungan sebab-akibat.
Penyebab Bias Sejarah
Menurut Stanford (1987), untuk mengetahui apa yang menyebabkan bias sejarah, maka perlu memahami elemen-elemen sejarah terlebih dahulu.
Elemen tersebut terdiri dari dua bagian besar yakni elemen yang terlihat (seen) dan elemen yang tidak terlihat (unseen).Stanford juga menjelaskan bahwa konstruksi sejarah tidak hanya bersumber dari bukti namun juga bersumber dari penafsiran terhadap bukti sebelumnya seperti terdapat pada karya-karya sejarah yang ada dan keyakinan-keyakinan umum. Selain itu, sejarah berasal dari hasil kerja para sejarawan sebelumnya yang masih ada pada saat sejarawan melakukan aktivitasnya. Oleh karena itu, terdapat bias pribadi dan tujuan masing-masing dari mereka menuliskan historiografinya.
Kontroversi dalam Historiografi
Kontroversi yang muncul dalam sejarah khususnya historiografi Indonesia disebabkan oleh banyak faktor, baik intern maupun ekstern. Faktor intern datang dari si penulis, yaitu terfokus pada keterikatan psikologinya terhadap pelaku dan peristiwa sejarah. Sementara faktor dari luar lebih terkait dengan keterbatasan sumber- sumber yang digunakan penulis, termasuk metode, metodologi, bahasa, pendekatan yang digunakan dan sebagainya. Dengan demikian, hasil karya yang mereka interpretasikan tersebut hasilnya menjadi berbeda- beda, dan disinilah muncul apa yang disebut dengan kontroversi sejarah.
Bambang Purwanto (2009:2) membedakan sejarah kontroversial dalam dua kategori yaitu (1) Sejarah kontroversial politis (2) Sejarah kontroversial keilmuan. Sejarah kontroversial politis menyangkut kepentingan pemerintah untuk mempertahankan kekuasaannya. Sementara sejarah kontroversial keilmuan berkaitan dengan ketidakmampuan secara historiografis dan metodologis untuk melakukan konstruksi dan rekonstruksi atas masa lalu dengan muatan subjektifitas yang rendah dan memaknai arti pembelajaran sejarah.
Minat Generasi Muda Indonesia, khususnya GM UIBI terhadap isu-isu kontroversi sejarah merupakan salah satu upaya untuk membangun ‘minat dan sadar sejarah’ serta menjadi ‘ triger’ untuk melakukan proses identifikasi diri dalam konteks sejarah. Hal ini harus dibarengi dengan panduan untuk menemukan ‘sejara yang benar’ berdasarkan rujukan nilai normative filsafat sejarah menurut al Quran. Salah satunya adalah konsep tentang siklus sejarah perjuangan Islam, yang terdiri dari IMAN-HIJRAH-JIHAD.
Bersambung
Tjirandjang, 12-12-2022
1 Komentar
Semoga dengan bukti -bukti yang kuat dapat disajikan ‘sejara yang benar’
BalasHapusselalu santun dan layak dibaca