Khikmah, satunusaindonesia.com
Penulis
~~~ Abu Khifnillah ~~~
Wahai ikhwah fiddiin, marilah kita saling mengingatkan dalam perkara yg Haqq dan dengan cara yg haqq.
Allah SWT berfirman:
وَّذَكِّرْ فَاِنَّ الذِّكْرٰى تَنْفَعُ الْمُؤْمِنِيْنَ
"Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang mukmin."
(QS. Az-Zariyat 51: Ayat 55)
Waspadalah kita dari ketergelinciran lisan yg dapat menjerumuskan kita kedalam kekafiran !!
Hendaklah kita khawatir thdp ancaman Allah bagi orang2 yang melakukan hal2 yg termasuk dalam perkataan kekafiran , baik dalam bentuk gurauan, ejekan, atau alasan maslahat da'wah dan jihad atau alasan dhorurat, padahal semua itu adalah bukan udzur dalam kekafiran dan bukan pula penghalang pengkafiran.
*Simaklah nukilan-nukilan ini.*
Imam Ibnu Nujaim rahimahullah berkata :
إن من تكلم بكلمة الكفر هازلا او لاعبا كفر عند الكل ولاعبرة باعتقاده.
“Sengguhnya barangsiapa mengucapkan ucapan kekafiran seraya bergurau atau becanda, maka dia kafir menurut semua ulama, dan keyakinannya itu tidak di anggap” (Al Bahru Ar Ra’iq: 5/134)
Ya, dia kafir dan keyakinannya yang lurus menurut klaimnya tidak usah dihiraukan, karena Allah Ta’ala tidak menerima alasan itu pada orang-orang yang memperolok-olok Rasul dan para Sahabatnya saat mereka beralasan :
إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ
“Sesungguhnya kami hanya bercanda dan bermain-main” (At Taubah : 65).
Allah Ta’ala berfirman :
لا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ
“Jangan kalian mencari alasan, sesungguhnya kalian telah kafir setelah kalian beriman” (At Taubah : 66).
Orang yang menjadikan Allah Ta’ala, Rasul-Nya atau ajarannya sebagai bahan candaan atau gurauan adalah tidak memiliki ta’dhim (pengagungan) kepada Allah Ta’ala, apalagi kalau memperolok-olokan.
Imam Abu Bakar Ibnu Al ‘Arabiy rahimahullah berkata :
فإن الهزل بالكفر لا خلاف فيه بين الأمة.
“Karena becanda dengan kekafiran itu adalah kekafiran, tidak ada perselisihan di dalamnya diantara umat ini” (Al jami’ Li Ahkamil Qur’an 8/197).
Beliau juga berkata :
لَا يَخْلُو أَنْ يَكُونَ مَا قَالُوهُ مِنْ ذَلِكَ جِدًّا أَوْ هَزْلًا، وَهُوَ كَيْفَمَا كَانَ كُفْرٌ.
“Apa yang mereka ucapkannya dari hal itu tidak lepas dari (mengucapkannya itu) dalam rangka serius atau bercanda, dan ia itu bagaimanapun keadaannya adalah kekafiran” (Al Jami’ Li Ahkamil Qur’an. 4/353).
Syaikh Sulaiman Ibnu Abdillah Ibnu Muhammad rahimahullah berkata :
أجمع العلماء على ان من تكلم بكلام الكفر هازلا انه يكفر فكيف بمن اظهر الكفر خوفا أو طمعا في الدنيا.
“Ulama berijma bahwa barangsiapa yang mengucapkan kekafiran seraya bercanda maka dia kafir. Maka bagaimana dengan orang yang menampakan kekafiran karena takut dan ingin dunia” (Ad Dalail : 1).
*Begitu juga alasan maslahat da'wah atau maslahat jihad bukanlah hal yang melegalkan kekafiran atau menjadi udzur di dalamnya, karena di dalam kemusyrikan dan kekafiran itu tidak ada maslahat sama sekali.*
Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata :
فَإِنَّ الشِّرْكَ وَالْقَوْلَ عَلَى اللَّهِ بِلَا عِلْمٍ وَالْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَالظُّلْمَ: لَا يَكُونُ فِيهَا شَيْءٌ مِنْ الْمَصْلَحَةِ
“Karena sesungguhnya syirik, berbicara atas nama Allah tanpa dasar ilmu, perbuatan- perbuatan keji baik yang nampak darinya maupun yang tersembunyi, dan kezaliman itu di dalamnya tidak ada maslahat sama sekali.” (Majmu Al Fatawa : 14/476).
Kerena tujuan yang baik dan mulia itu tidak boleh dicapai dengan cara yang kotor, dikarenakan Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam berkata :
انالله طيب لا يقبل إلا طيبا.
“Sesungguhnya Allah itu Thayyib, dia tidak menerima kecuali yang Thayyib pula.” (HR. Muslim).
Hal yang sudah jelas haram apalagi kekafiran tidak boleh dijadikan sebagai sarana untuk ibadah dan ketaatan.
Begitu juga maslahat dunia banyak menjerumuskan dalam kemurtadan.
Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata :
وَالرَّجُلُ لَوْ تَكَلَّمَ بِكَلِمَةِ الْكُفْرِ لِمَصَالِحِ دُنْيَاهُ مِنْ غَيْرِ ح
َقِيقَةِ اعْتِقَادٍ صَحَّ كُفْرُهُ بَاطِنًا وَظَاهِرًا
“Sesungguhnya seseorang seandainya mengucapkan kekafiran untuk kepentingan-kepentingan dunia tanpa disertai hakikat keyakinan, maka sahlah kekafirannya batin dan dzahir.” (Al Fatawa Al Kubra 6/75)
Demikian juga alasan dhorurat bukanlah udzur, karena Allah Ta’ala telah membedakan antara ikrah dengan dlarurat, dimana pada ikrah ada rukhshahnya dan pada dlarurat pun ada rukhshahnya, masing-masing berbeda dan kemusyrikan itu tidak dirukhshahkan pada kondisi dlarurat, tapi kondisi ikrah.
Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata :
الْمُحَرَّمَاتِ قِسْمَانِ: ” أَحَدُهُمَا ” مَا يَقْطَعُ بِأَنَّ الشَّرْعَ لَمْ يُبِحْ مِنْهُ شَيْئًا لَا لِضَرُورَةِ وَلَا لِغَيْرِ ضَرُورَةٍ: كَالشَّرَكِ وَالْفَوَاحِشِ وَالْقَوْلِ عَلَى اللَّهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ. وَالظُّلْمِ الْمَحْضِ
“Sesengguhnya hal yang diharamkan itu ada dua macam, salah satunya adalah sesuatu yang dipastikan bahwa syariat ini tidak membolehkan darinya sesuatupun baik karena dlarurat maupun bukan karena dlarurat, seperti syirik, fawahisy, berbicara atas nama Allah tanpa dasar ilmu dan kedzalimanu murni.” (Majmu Al Fatawa : 14/475).
Alasan dan tujuan apapun selain ikrah bukanlah udzur dalam menyengaja melakukan kekafiran.
Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata :
إنَّهُ لَا خِلَافَ بَيْنَ الْمُسْلِمِينَ أَنَّهُ لَا يَجُوزُ الْأَمْرُ وَلَا الْإِذْنُ فِي التَّكَلُّمِ بِكَلِمَةِ الْكُفْرِ لِغَرَضٍ مِنْ الْأَغْرَاضِ، بَلْ مَنْ تَكَلَّمَ بِهَا فَهُوَ كَافِرٌ إلَّا أَنْ يَكُونَ مُكْرَهًا فَيَتَكَلَّمَ بِلِسَانِهِ وَقَلْبُهُ مُطْمَئِنٌّ بِالْإِيمَانِ،
“Sesungguhnya tidak ada perselisihan di antara kaum muslimin bahwa tidak boleh memerintahkan dan tidak boleh mengizinkan mengucapkan ucapan kekafiran untuk (tujuan apapun) bahkan siapa saja mengucapkan kekafiran itu maka dia kafir lagi murtad, kecuali bila dia dipaksa terus mengucapkan kekafiran dengan lisannya sedangkan hatinya tentram dengan keimanan.” (Al Fatawa Al Kubra : 6/86).
Ibnu Qayyim rahimahullah berkata :
وَلَا خِلَافَ بَيْنَ الْأُمَّةِ أَنَّهُ لَا يَجُوزُ الْإِذْنُ فِي التَّكَلُّمِ بِكَلِمَةِ الْكُفْرِ لِغَرَضٍ مِنْ الْأَغْرَاضِ، إلَّا الْمُكْرَهَ إذَا اطْمَأَنَّ قَلْبُهُ بِالْإِيمَانِ.
“Sesungguhnya tidak ada perselisihan di antara umat ini bahwasanya tidak boleh memerintahkan pengucapan kalimat kekafiran untuk tujuan apapun kecuali orang yang dipaksa bila hatinya tentram dengan keimanan” (I’ lamul Muwaqqi’in 3/145).
*Yaa. Untuk tujuan apa saja kecuali ikrah, baik itu klaim maslahat dakwah, dhorurat, politik, mencari simpati (mudarah) atau mudahanah (basa-basi atau tenggang rasa) bercanda atau hal lainnya seperti takut dan mencari dunia.*
Syaikh Sulaiman Ibnu Abdillah Ibnu Muhammad rahimahullah berkata :
اعلم رحمك الله: أن الإنسان إذا أظهر للمشركين الموافقة على دينهم: خوفاً منهم، ومداراة لهم ومداهنة؛ لدفع شرهم. فإنه كافر مثلهم، وإن كان يكره دينهم ويبغضهم، ويحب الإسلام والمسلمين.
“Ketahuilah -semoga Allah merahmatimu- bahwa seseorang bila menampakkan dihadapan kaum musyrikin sikap setuju terhadap dien (agama, idiologi, falsafah, undang-undang, sistem) mereka karena alasan takut dari mereka, atau untuk mencari simpati mereka atau mudahanah demi menolak kejahatan mereka, maka sesungguhnya dia itu kafir seperti mereka walaupun tidak melakukan perbuatan mereka, dan walaupun dia menbenci mereka dan membenci dien mereka dan (walaupun) dia mencintai Islam dan kaum muslimin” (Ad Dalail : 1).
Allah Ta’ala berfirman :
وَقَدْ نَزَّلَ عَلَيْكُمْ فِي الْكِتَابِ أَنْ إِذَا سَمِعْتُمْ آيَاتِ اللَّهِ يُكْفَرُ بِهَا وَيُسْتَهْزَأُ بِهَا فَلا تَقْعُدُوا مَعَهُمْ حَتَّى يَخُوضُوا فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ إِنَّكُمْ إِذًا مِثْلُهُمْ
“Dan Allah telah menurunkan kepada kalian di dalam Al Kitab, yaitu apabila kalian mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokan maka janganlah kalian duduk bersama mereka sampai mereka mengalihkan pada pembicaraan yang lain, sesungguhnya kalian bila demikian adalah sama dengan mereka” (An-Nisa : 140).
Imam al Qurthubi rahimahullah berkata saat menjelaskan ayat 140 Qur’an surat An-Nisa :
(إِنَّكُمْ إِذاً مِثْلُهُمْ) أي مَنْ لَمْ يَجْتَنِبْهُمْ فَقَدْ رَضِيَ فِعْلَهُمْ، وَالرِّضَا بِالْكُفْرِ كُفْرٌ، فَكُلُّ مَنْ جَلَسَ فِي مَجْلِسِ مَعْصِيَةٍ وَلَمْ يُنْكِرْ عَلَيْهِمْ يَكُونُ مَعَهُمْ فِي الْوِزْرِ سَوَاءً، فَإِنْ لَمْ يَقْدِرْ عَلَى النَّكِيرِ عَلَيْهِمْ فَيَنْبَغِي أَنْ يَقُومَ عَنْهُمْ حَتَّى لَا يَكُونَ مِنْ أَهْلِ هَذِهِ الْآيَةِ.
“Sesungguhnya, kalian bila kala demikian adalah sama dengan mereka” yaitu siapa yang tidak menjauhi mereka maka dia telah ridho dengan perbuatan mereka sedangkan ridho dengan kekafiran itu adalah kekafiran, sehingga setiap orang yang duduk di majlis maksiat dan tidak menginkari mereka maka ia sama dengan mereka dalam dosa. Bila dia tidak mampu mengingkari mereka maka semestinya dia bangkit meninggalkan mereka supaya tidak tergolong orang yang ada dalam ayat ini.” (Al jami’ li ahkamil Qur’an : 5/418).
Oleh sebab itu 170 jama’ah masjid di kota Kufah pada masa Khalifah Ustman radliyallahu ‘anhu divonis murtad dengan kesepakatan para sahabat, itu karena salah seorang dari mereka mengucapkan kebenaran kenabian Musailamah sedangkan yang lain tidak menginkari dan tidak pergi, maka semua jama’ah masjid divonis murtad, padahal jama’ah masjid, bagaimana dengan jama’ah upacara dan seminar…?
Jadi kekafiran itu bila dilakukan dengan sengaja tanpa dipaksa adalah menjadikan pelakunya kafir baik itu serius atau main-main atau pun mudahanah, bahkan menjanjikan kekafiran walaupun janjinya itu bohong tetap menjadikan pelakunya kafir, dan dalilnya adalah firman Allah Ta’ala:
أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ نَافَقُوا يَقُولُونَ لإخْوَانِهِمُ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَئِنْ أُخْرِجْتُمْ لَنَخْرُجَنَّ مَعَكُمْ وَلا نُطِيعُ فِيكُمْ أَحَدًا أَبَدًا وَإِنْ قُوتِلْتُمْ لَنَنْصُرَنَّكُمْ وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ .
“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang munafik mereka berkata kepada saudara-saudara mereka yang kafir dari kalangan Ahli Kitab, sungguh seandainya kalian diusir tentu kami benar-benar akan ikut keluar bersama kalian dan kami selamanya tidak akan mentaati siapapun dalam hal yang menyusahkan kalian, dan bila kalian diperangi tentu kami benar-benar akan menolong kalian, dan Allah bersaksi sesungguhnya mereka itu benar-benar pendusta.” (Al Hasyr : 11).
Disini kaum munafikin yang zhohirnya muslim divonis sebagai saudara-saudara orang kafir yang dikafirkan, dengan sebab mereka menjanjikan pertolongan kepada orang-orang Yahudi bila mereka diperangi Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam. Padahal janji mereka itu bohong, Demikian Syaikh Sulaiman Ibnu Abdillah rahimahullah menjelaskan.
Ingatlah bahwa orang berniat untuk kafir atau untuk melakukan kekafiran dimasa mendatang, maka dia menjadi kafir langsung saat niat itu muncul (saat itu juga).
Al Husainiy Asy Syafi’iy penulis kitab Kifayatul Akhyar berkata :
وَالرِّضَا بالْكفْر كفر والعزم على الْكفْر كفر فِي الْحَال وَكَذَا لَو تردد هَل يكفر كفر فِي الْحَال وَكَذَا تَعْلِيق الْكفْر بِأَمْر مُسْتَقْبل كفر فِي الْحَال
“Karena ridho dengan kekafiran itu adalah kekafiran, berazam (berniat) untuk (melakukan) kekafiran adalah kafir saat itu pula, begitu pula seandainya dia bimbang apakah kafir atau jangan, maka dia kafir saat itu pula. Begitu juga penggantungan dengan hal yang akan datang adalah kekafiran saat itu pula,” (Kifayatul Akhyar : 22).
Beda halnya dengan orang yang berazam atau berniat untuk masuk Islam dimasa mendatang, maka dia belum menjadi muslim disaat niat itu muncul, tapi menunggu pembuktian yang nyata dari niat itu dalam ucapan dan perbuatan, karena orang itu menjadi orang beriman bila terkumpulnya tiga unsur itu semuanya, niat, ucapan dan amalan, yang bila salah satu unsur darinya tidak terbukti pada diri seseorang itu maka dia bukan orang yang beriman.
Al Imam Asy Syafi’iy berkata:
وَكَانَ الْإِجْمَاعُ مِنَ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِينَ مِنْ بَعْدِهِمْ مِمَّنْ أَدْرَكْنَاهُمْ أَنَّ الْإِيمَانَ قَوْلٌ وَعَمَلٌ وَنِيَّةٌ، لَا يُجْزِئُ وَاحِدٌ مِنَ الثَّلَاثَةِ إلا بِالْآخَرِ
“Telah ada ijma dari para sahabat, tabi’in sesudah mereka dan orang-orang yang kami dapati mereka, mereka mengatakan, iman itu ucapan, amalan dan niat yang mana salah satu dari tiga hal itu sah kecuali dengan yang lainnya,” (Syarah Ushul I’tiqad Al-Lalikai : 5/886).
Jadi intinya dan saripatinya adalah, siapa saja yang sengaja melakukan atau mengucapkan kekafiran maka dia kafir apapun alasannya dan apapun motifnya, kecuali orang yang mukrah mulji’ dengan syarat-syaratnya.
Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata :
وبالجملة فمن قال أو فعل ما هو كفر كفر بذلك وإن لم يقصد أن يكون كافرا إذ لا يقصد الكفر أحد إلا ما شاء الله.
“Dan secara umum barangsiapa mengucapkan suatu yang merupakan kekafiran maka dia kafir dengan sebab hal itu walaupun tidak berniat kafir, karena tidak ada seorangpun bermaksud untuk kafir kecuali apa yang Allah kehendaki” (Ash Sharim Al Maslul : 177).
Ibnu Hubairah rahimahullah berkata :
مِنَ الْمُسْلِمِينَ مَنْ يَخْرُجُ مِنَ الدِّينِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يقْصد الْخُرُوجَ مِنْهُ وَمِنْ غَيْرِ أَنْ يَخْتَارَ دِينًا عَلَى دِينِ الْإِسْلَامِ
“Di antara kaum muslimin itu ada yang keluar dari Islam dengan tanpa bermaksud untuk keluar darinya dan dengan tanpa memilih agama lain diluar agama Islam. (Fathul Bari : 11/301)
Ibnu Jarir Ath Thabari rahimahullah berkata saat menjelaskan ayat 103-104 Qur’an surat Al Kahfi:
هَذَا مِنْ أَدَلِّ الدَّلَائِلِ عَلَى خَطَأِ قَوْلِ مَنْ زَعَمَ أَنَّهُ لَا يَكْفُرُ بِاللَّهِ أَحَدٌ إِلَّا مِنْ حَيْثُ يَقْصِدُ إِلَى الْكُفْرِ
“Ini adalah termasuk dalil yang paling jelas yang menunjukan kesalahan orang yang mengklaim bahwa tidak seorangpun menjadi kafir kecuali kalau dia bermaksud kafir.
Maka dari itu hendaklah masing-masing kita selalu waspada dan hati-hati saat hendak berbicara, jagalah lisan karena ia banyak menjerumuskan ke dalam neraka, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata kepada Mu’adz Ibnu Jabal seraya memegang lidahnya :
امسك عَلَيْكَ هَذَا
“Kendalikanlah (lisan) ini”.
Mu’adz berkata: Apakah kita akan diberikan sangsi dengan sebab apa yang kita katakan…?
Rasul menjawab:
»ثَكِلَتْكَ أُمُّكَ يَا مُعَاذُ، وَهَلْ يَكُبُّ النَّاسَ فِي النَّارِ عَلَى وُجُوهِهِمْ أَوْ عَلَى مَنَاخِرِهِمْ إِلَّا حَصَائِدُ أَلْسِنَتِهِمْ«
“Kasihan ibumu, bukankah yang menyebabkan manusia dilemparkan ke dalam neraka dalam kondisi telungkup itu adalah karena hasil ulah lidah mereka.” (HR. At-Tarmidzi. Hasan Shahih).
Abu Hurairah radliayallahu ‘anhu berkata tentang Ahli Kitab Bani Israil yang berkata untuk saudaranya : Demi Allah, Allah tidak akan mengampuni si fulan,” Di mana Allah mengatakan: Siapa orangnya yang berani lancang kepadaku bahwa aku tidak akan mengampuni si fulan, sesungguhnya aku telah mengampuni si fulan dan aku hapuskan amalanmu,” (Shahih Muslim dari hadits Jundub Ibnu Abdillah). Abu Hurairah berkata tentang orang itu :
لَتَكَلَّمَ بِكَلِمَةٍ أَوْبَقَتْ دُنْيَاهُ وَآخِرَتَهُ
“Dia telah mengucapkan satu ucapan yang melenyapkan dunia dan akhiratnya” (Diriwayatkan oleh Al Baghawi dalam Syarah As Sunnah).
Juga berkata di dalam Shahih Al Bukhari, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata :
إِنَّ العَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالكَلِمَةِ مِنْ سَخَطِ اللَّهِ، لاَ يُلْقِي لَهَا بَالًا، يَهْوِي بِهَا فِي جَهَنَّمَ
“Sesungguhnya seorang hamba mengucapkan suatu ucapan yang berasal dari kemurkaan Allah seraya dia tidak perhatikan akibatnya, maka dengan sebabnya dia melayang masuk ke dalam neraka Jahannam.
Syaikh Abdurahman Ibnu Hasan rahimahullah berkata saat menjelaskan hadits di atas :
فيه التحذير من الوقوع في الشرك، وأن الإنسان قد يقع فيه وهو لا يدري أنه من الشرك الذي يوجب النار
“Di dalam hadits itu ada kaidah: waspada dari keterjatuhan ke dalam syirik, dan bahwa orang bisa jatuh ke dalamnya sedangkan dia tidak mengetahui bahwa hal itu termasuk syirik yang memastikan masuk neraka,” (Fathul Majid).
Wallohu a'lam bish showab....
1 Komentar
Semoga kita terhindar dari hal-hal yang menjadikan kafir. Orang yang kafir ibaratnya seorang pegawai yang telah keluar dari kantor tempat kerjanya . Meskipun dia melakukan pekerjaan yang sama dia TIDAK akan menerima gaji .
BalasHapusselalu santun dan layak dibaca