Ticker

12/recent/ticker-posts

📚 DEMOKRASI : PENUMPANG GELAP DALAM SISTEM INDONESIA BERNEGARA ?

 ðŸ“šBagian I 

Oleh Nunu A Hamijaya

Penulis Buku  “ TOEDJOEH KATA” dan  “Antara Tjisajong Dan Bangka”

Sejak kapan kosa kata DEMOKRASI, muncul dalam diskursus kenegaraan di Indonesia? Terlebih, adakah dalam  konstitusi (UUD 1945) dan Batang Tubuh, serta Pembukaan ,kosakata itu ? Sampai kiamat pun tak kan diperoleh jejaknya. 

Bahkan, ada yang berdalil keliru, bahwa demokrasi itu sama sebangun dengan  musyawarah? Ini jelas penyimpangan yang nyaris sempurna,namun anehnya dibiarkan saja berkembang menjadi pemahaman yang seolah-olah benar. Sebuah pembenaran yang TAK BENAR.

Adakah lembaga negara menggunakan kosakata ini? Dewan Perwakilan Rakyat (DPR),MPR  alias Majelis Permusyawaratan Rakyat,jelas bukan kata DEMOKRASI yang  dipilihnya. Jadi, bagaimana kata ini menyusup atau nyelonong tanpa malu-malu masuk dalam diskurus bahkan konstitusi ? Lucunya, kalangan tokoh islam pun ikut-ikutan menggunakan istilah ini. 

Dalam diskursus di kalangan intelektual pribumi Hindia Belanda antara tahun 1915-1920-an, tidak dikemukakan  tentang  DEMOKRASI dalam tulisan-tulisannya, baik oleh EFE Douwes Dekker, Abdoel Moeis, Soekiman,  H.Agus Salim, Iwa K. Soemantri, Gatot Mangkupraja, Soekarno, Hatta, Satiman, M.Yamin,dan  Soetome  (Lihat buku  PERMATA TERBENAM,Aksara  Jayasakti, Jakarta,1982)

Perbincangan tentang ‘demokrasi’, Soekarno telah memulainya sejak tahun 30-an, ketika menjelaskan tentang PARLEMENTAIRE  DEMOCRATIE dan FASISME. Soekarno menulis, “yang biasa orang namakan demokrasi, cara pemerintahan  secara demokrasi, ialah satu cara pemerintahan  yang memberi hak kepada tia-tiap penduduk, asal  sudah dewasa, untuk memilih dan dipilih buat  parlemen” dan  menurut Soekarno, ideologi  PARLEMENTER DEMOKRASI dan IDEOLOGI FASISME itu  adalah  suatu kelanjutan  yang satu daripada yang  lain.

Sedangkan HOS TJOKROMINOTO menyebut-nyebut kata  ini sebagai sifat bukan ideologi, yaitu dengan menyebutnya  ‘yang demokratis’  ( Baca Tafsir Program Azas dn Program Tandhim, 1931).

Namun, Bung Hatta pada Pidato Radio-nya 17 November 1948 berjudul COBAAN BUAT MERDEKA, menyatakan “NEGARA REPUBLIK  INDONESIA  BERDASARKAN kepada DEMOKRASI dan kewajiban kita semuanya ialah memupuk  DEMOKRASI  kita  yang  sedang tumbuh itu”. Menurutnya,  DEMOKRASI ialah pemerintah daripada  jang diperintah. Rakjat  diperintah menerima pentingnya tetapi sebaliknya juga rakjat yang memerintah. 

Adapun  SUTAN SJAHRIR  dalam  risalahnya yang terkenal  PERJUANGAN KITA (1945) hanya satu kali kata DEMOKRASI digunakannya dalam sebuah pernyataan sebagai berikut “ NEGARA  REPUBLIK  INDONESIA… harus  kita  jadikan ALAT  PERJUANGAN   DEMOKRATIS,  dibersihkan dari sisa-sisa  Jepang dan   FASISME-NYA!”

Tentulah  sangat  berbeda   status atau kedudukan  DEMOKRASI,  antara   sebagai   DASAR  (Bung HATTA)  dan ALAT   PERJUANGAN (bung  SJAHRIR) ”,sebagaimana pendapat kedua tokoh nasional tersebut.

Justru kalangan SOSIALIS-KOMUNIS blok MOESO-lah yang menggunakan kata ‘demokrasi’ menjadi nama FRONT  DEMOKRASI  RAKYAT (FDR) yang berperan penting  dalam peristiwa  MADIUN  AFFAIR  1948. Belakang, di  era Orde Baru, dikenal sebuah  partai bernama PARTAI  DEMOKRASI  INDONESIA (PDI) dan diberi nama PERJUANGAN, menjadi PDI PERJUANGAN  pada era kejatuhan Soeharto  (1998-an) yang hingga kini eksis dan menjadi partai single mayorityi-nya dalam  parlemen  (DPR RI)  yang menguasai  pemerintahan. 

 Menjadi   sebuah  jawaban  terang benderang, mengapa  Soekarno mendirikan partainya dengan nama PARTAI NASIONAL INDONESIA (PNI, 1927) tidak menggunakan kata DEMOKRASI, karena  sudah   lebih dahulu   dipakai oleh kalangan SOSIALIS-KOMUNIS -nya MOESO dan TAN MALAKA, sebagai sikap SOEKARNO-HATTA yang lebih memilih   ideologi politik yang  ‘tidak berkiblat ke KIRI’. 

 Fakta sejarahnya, kemudian, kosakata NASIONAL, digunakan sebagai nama  partai politik berbasis massa muslim menengah,yaitu MUHAMMADIYAH, dengan nama PARTAI   AMANAT  NASIONAL (PAN) di tahun politik pertama era Reformasi (1998-1999) yang dinakhodai  oleh AMIN RAIS.

Dalam bangunan konsep Pembukaan UUD 1945 dan Batang tubuh, yang diresmikan pada 18 Agustus  1945, samasekali  tidak ada kata DEMOKRASI digunakan. Namun, nama  lain yang  dianggap semaksud  dengan kata itu adalah KEDAULATAN  RAKYAT,baik melalui sistem  parlemen maupun presidensial dengan keharusan adanya  partai-partai  politik.Belakangan,   secara sederhana dan naif,  DEMOKRASI dipersempit  berarti  Anti  PLEBISIT, yang  berkaitan dengan pemilihan umum rakyat  memilih wakil-wakilnya di parlemen.

Dalam era Orde Lama, pemerintahan Soekarno menggunakan  konsep DEMOKRASI TERPIMPIN (1959-1964)  , dan di era SOEHARTO dikenal jargon  DEMOKRASI PANCASILA (1970-an).

Dalam rumusan sila-sila yang lima dalam PANCASILA, tidak disebut samasekali  kata DEMOKRASI,  menandakan bahwa konsep ini sama-sekali bukan hal yang  PRINSIP-FUNDAMENTAL. Yang digunakan  sebagai prinsip-fundemental adalah PERMUSYAWARATAN  PERWAKILAN, yang mengandung  dua  konsep  yaitu MUSYAWARAH alias SYURO, dan PERWAKILAN. Dalam  perkembangan konsep kenegaraan di Indonesia, dua konsep itu rupanya secara sengaja diganti  dengan  DEMOKRASI.

 Apakah  para  peletak dasar sistem negara dan pemerintahan Indonesia memiliki konsep yang membedakan keduanya secara TELAK dan RADIKAL, sehingga  yang  dipilihnya,  opsi pertama,  bukan DEMOKRASI? 

Dalam  perkembangannya, terutama di era  Reformasi (1989-an selanjutnya), justru konsep DEMOKRASI-lah yang sering  dipakai dan digunakan untuk saling meng-klaim, misalanya tuduhan dan protes demonstran, ..”sebagai pemerintahan yang tak demokratis tetapi  otoriter atau fasistis!” Bahkan, sejak era Reformasi-lah kata DEMOKRASI menjamur dimana-mana.

Dengan  semakin  ‘kotor dan rusaknya’  DEMOKRASI ALA BARAT yang  ditelan  secara mentah-mentah  itu, sehingga banyak kalangan terdidik dari berbagai kalangan profesional, politisi, tokoh masyarakat   menghendaki mengubur demokrasi dan prakteknya  yang telah salah jalan, agar kembali kepada pemahaman semula, yaitu dengan HIKMAH,  MUSYAWARAH  DAN PERWAKILAN.

Bagaimana pula, konsep SYURO UMMAH ini dalam perspektif ISLAM BERNEGARA, khususnya dalam sejarah adanya  sebuah  negara-ummah ( Baca : Negara Islam) di Indonesia? 

Tjirandjang, 28 Agustus 2022

Posting Komentar

1 Komentar

selalu santun dan layak dibaca