Oleh: Sajim
Bilamana hari raya 'Ied ('Ied al Fithri dan 'Ied al Adha) bertepatan dengan hari Jumat, Bagaimanakah dengan shalat Jum'at apakah tetap di wajibkan ?
Dalam hal ini para 'Ulama mempunyai 2(dua) pandangan berbeda.
Pandangan Pertama :
Bagi yang telah melaksanakan Shalat ‘Ied tetap wajib melaksanakan shalat Jum’at.
Ini merupakan pandangan sebagian besar pakar Fikih. Akan tetapi 'ulama Syafi’iyah menggugurkan kewajiban ini bagi masyarakat Nomaden (masyarakat yang memilih hidup berpindah-pindah dari suatu tempat ke tempat lain).
Dalil dari pandangan tersebut adalah:
Pertama: Dalil secara umum menunjukkan wajibnya shalat Jum’at.
Rasulullah SAW Bersabda ;
مَنْ تَرَكَ ثَلاَثَ جُمَعٍ تَهَاوُنًا بِهَا طَبَعَ اللَّهُ عَلَى قَلْبِهِ
“Barangsiapa meninggalkan tiga shalat Jum’at, maka Allah akan mengunci pintu hatinya.” (HR. Abu Daud no. 1052, dari Abul Ja’di Adh Dhomri. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan). Ancaman keras seperti ini menunjukkan bahwa shalat Jum’at itu wajib.
الْجُمُعَةُ حَقٌّ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ فِى جَمَاعَةٍ إِلاَّ أَرْبَعَةً عَبْدٌ مَمْلُوكٌ أَوِ امْرَأَةٌ أَوْ صَبِىٌّ أَوْ مَرِيضٌ
“Shalat Jum’at merupakan suatu kewajiban bagi setiap Muslim dengan berjama’ah kecuali empat golongan: (1) budak, (2) wanita, (3) anak kecil, dan (4) orang yang sakit.” (HR. Abu Daud no. 1067, dari Thariq bin Syihab. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih).
Kedua: Allah SWT Berfirman ;
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ
“Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari Jumat, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli.” (QS. Al Jumu’ah: 9)
Ketiga: Keringanan untuk tidak melaksanakan Shalat Jum’at bagi Muslim yang telah melaksanakan Shalat ‘Ied adalah khusus untuk Nomaden (masyarakat yang memilih hidup berpindah-pindah dari suatu tempat ke tempat lain). Dalilnya adalah ;
قَالَ أَبُو عُبَيْدٍ ثُمَّ شَهِدْتُ مَعَ عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ فَكَانَ ذَلِكَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ ، فَصَلَّى قَبْلَ الْخُطْبَةِ ثُمَّ خَطَبَ فَقَالَ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ هَذَا يَوْمٌ قَدِ اجْتَمَعَ لَكُمْ فِيهِ عِيدَانِ ، فَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يَنْتَظِرَ الْجُمُعَةَ مِنْ أَهْلِ الْعَوَالِى فَلْيَنْتَظِرْ ، وَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يَرْجِعَ فَقَدْ أَذِنْتُ لَهُ
“Abu ‘Ubaid berkata bahwa beliau pernah bersama ‘Utsman bin ‘Affan dan hari tersebut adalah hari Jum’at. Kemudian beliau shalat ‘Ied sebelum khutbah. Lalu beliau berkhutbah dan berkata, “Wahai sekalian manusia. Sesungguhnya ini adalah hari di mana terkumpul dua hari raya (hari ‘Ied dan hari Jum'at). Siapa saja dari yang nomaden (tidak menetap) ingin menunggu shalat Jum’at, maka silahkan. Namun siapa saja yang ingin pulang, maka silahkan dan telah kuizinkan.” (HR. Bukhari no. 5572)
Pandangan Kedua :
Bagi Muslim yang telah melaksanakan Shalat ‘Ied boleh tidak melaksanakan shalat Jum’at. Tetapi bagi Imam masjid dianjurkan untuk tetap melaksanakan Shalat Jum’at agar Muslimin yang berkeinginan melaksanakan Shalat Jum’at tetap bisa terlaksana, begitupun bagi Muslimin yang tidak melaksanakan shalat 'Ied bisa turut serta melaksanakan Shalat Jum'at.
Pandangan ini di amini oleh sebagian besar 'ulama Hambali. Serta terdapat dalam riwayat dari ‘Umar, ‘Utsman, ‘Ali, Ibnu ‘Umar, Ibnu ‘Abbas dan Ibnu Az Zubair. Dalil dari pandangan tersebut yaitu :
Pertama: Diriwayatkan dari Iyas bin Abi Romlah Asy Syamiy, ia berkata, “Aku pernah menemani Mu’awiyah bin Abi Sufyan dan ia bertanya pada Zaid bin Arqom,
أَشَهِدْتَ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عِيدَيْنِ اجْتَمَعَا فِى يَوْمٍ قَالَ نَعَمْ. قَالَ فَكَيْفَ صَنَعَ قَالَ صَلَّى الْعِيدَ ثُمَّ رَخَّصَ فِى الْجُمُعَةِ فَقَالَ « مَنْ شَاءَ أَنْ يُصَلِّىَ فَلْيُصَلِّ ».
“Apakah engkau pernah menyaksikan Rasulullah SAW bertemu dengan dua ‘Ied ( 'Ied al Fithri atau 'Ied al Adha ) bertepatan dengan hari Jum’at dalam satu hari?” “Iya”, jawab Zaid. Kemudian Mu’awiyah bertanya lagi, “Apa yang beliau lakukan ketika itu?” “Beliau melaksanakan shalat ‘Ied dan memberi keringanan untuk meninggalkan shalat Jum’at”, jawab Zaid lagi. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang mau shalat Jum’at, maka silakan.” (HR. Abu Daud no. 1070, An-Nasai no. 1592, dan Ibnu Majah no. 1310. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan).
Hadits tersebut bisa digunakan sebagai hujjah.
Kedua:
Diriwayatkan dari seorang Tabi’in bernama ‘Atha’ bin Abi Rabbah, ia berkata,
صَلَّى بِنَا ابْنُ الزُّبَيْرِ فِى يَوْمِ عِيدٍ فِى يَوْمِ جُمُعَةٍ أَوَّلَ النَّهَارِ ثُمَّ رُحْنَا إِلَى الْجُمُعَةِ فَلَمْ يَخْرُجْ إِلَيْنَا فَصَلَّيْنَا وُحْدَانًا وَكَانَ ابْنُ عَبَّاسٍ بِالطَّائِفِ فَلَمَّا قَدِمَ ذَكَرْنَا ذَلِكَ لَهُ فَقَالَ أَصَابَ السُّنَّةَ.
“Ibnu Az-Zubair ketika hari ‘ied yang jatuh pada hari Jum’at pernah shalat ‘ied bersama kami di awal siang. Kemudian ketika tiba waktu shalat Jum’at Ibnu Az-Zubair tidak keluar, beliau hanya shalat sendirian. Tatkala itu Ibnu ‘Abbas berada di Thaif. Ketika Ibnu ‘Abbas tiba, kami pun menceritakan kelakuan Ibnu Az Zubair pada Ibnu ‘Abbas. Ibnu ‘Abbas pun mengatakan, “Ia adalah orang yang menjalankan ajaran Nabi (Ashobas sunnah).” (HR. Abu Daud no. 1071. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Jika sahabat mengatakan *"Ashobas sunnah"* (menjalankan sunnah), status maknanya Marfu’ yaitu menjadi perkataan Nabi SAW.
Diriwayatkan pula bahwa ‘Umar bin Al-Khattab melakukan seperti apa yang dilakukan oleh Ibnu Az-Zubair. Begitu pula Ibnu ‘Umar tidak menyalahkan perbuatan Ibnu Az-Zubair. (Lihat Shahih Fiqh As-Sunnah, Syaikh Abu Malik, 1: 596, Al-Maktabah At-Taufiqiyah).
Kesimpulan
*) Tetap di wajibkan melaksanakan shalat Jum'at bagi setiap muslim, sebagaimana dalil kewajiban melaksanakan shalat Jum'at.
*) Tetap di anjurkan melaksanakan shalat Jum'at bagi setiap muslim, walaupun telah melaksanakan shalat 'Ied, kecuali bagi masyarakat nomaden ada keringanan untuk tidak melaksanakan shalat Jum'at, tetapi ada penekanan yang tersirat untuk tetap melaksanakan shalat Jum'at.
*) Bagi Imam masjid tetap menghadiri shalat Jum’at supaya muslim yang tidak melaksanakan shalat 'Ied, dan berkeinginan melaksanakan shalat Jum’at bisa melaksanakannya, serta di anjurkan untuk membaca surat Al A’laa dan Al Ghosiyah jika hari ‘Ied bertepatan dengan hari Jum’at pada shalat ‘Ied dan shalat Jum’at.
Dalam hal ini terdapat dalam riwayat An Nu’man bin Basyir, Rasulullah SAW bersabda,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقْرَأُ فِى الْعِيدَيْنِ وَفِى الْجُمُعَةِ بِ (سَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الأَعْلَى) وَ (هَلْ أَتَاكَ حَدِيثُ الْغَاشِيَةِ) قَالَ وَإِذَا اجْتَمَعَ الْعِيدُ وَالْجُمُعَةُ فِى يَوْمٍ وَاحِدٍ يَقْرَأُ بِهِمَا أَيْضًا فِى الصَّلاَتَيْنِ.
“Rasulullah SAW biasa membaca dalam dua ‘Ied dan dalam shalat Jum’at “sabbihisma robbikal a’la” dan “hal ataka haditsul ghosiyah”.” An-Nu’man bin Basyir mengatakan begitu pula ketika hari ‘Ied bertepatan dengan hari Jum’at, beliau membaca kedua surat tersebut di masing-masing shalat. (HR. Muslim no. 878)
*) Bagi muslim yang telah melaksanakan shalat ‘Ied namun tidak menghadiri shalat Jum’at, ini bisa dihukumi Marfu’ (perkataan Nabi) karena dikatakan "ashobas sunnah".
*) Melaksanakan shalat 'Ied bukan berarti menggugurkan kewajiban shalat Jum'at, hukum shalat Jum'at tetap wajib, meskipun diperbolehkan untuk tidak melaksanakan shalat Jum'at.
*) Setiap muslim yang tidak melaksanakan shalat 'Ied serta tidak pula shalat Jum’at, baik karena ada udzur maupun karena di sengaja, wajib baginya untuk shalat Zhuhur empat raka’at. Syaikh Abdul Aziz bin Baz mengatakan:
من لم يحضر صلاة الجمعة مع المسلمين لعذر شرعي من مرض أو غيره أو لأسباب أخرى صلى ظهرا ، وهكذا المرأة تصلي ظهرا ، وهكذا المسافر وسكان البادية يصلون ظهرا كما دلت على ذلك السنة ، وهو قول عامة أهل العلم ، ولا عبرة بمن شذ عنهم ، وهكذا من تركها عمدا ، يتوب إلى الله سبحانه ، ويصليها ظهرا
“Siapa yang tidak melakukan shalat Jumat bersama kaum muslimin karena udzur syar’i, baik berupa sakit, atau lainnya, maka ia wajib shalat Zhuhur. Demikian pula wanita, dia wajib shalat Zhuhur. Begitupula dengan musafir dan penduduk yang tinggal di gurun pedalaman, mereka wajib shalat Zhuhur, sebagaimana disebutkan dalam hadits. Inilah pendapat mayoritas ulama, pendapat yang syadz (nyeleneh) dalam masalah ini tidak dianggap. Demikian pula bagi yang meninggalkannya dengan sengaja, hendaknya dia bertaubat kepada Allah dan dia wajib shalat Zhuhur". (Majmu Fatawa Ibnu Baz, 12/332).
Semoga bisa bermanfaat bagi kaum muslimin. Segala puji bagi Allah yang dengan Nikmat dan Karunia-Nya segala Kebajikan menjadi sempurna, Insya Allah.
1 Komentar
Sangat inspiratif dan informatif
BalasHapusselalu santun dan layak dibaca