Ticker

12/recent/ticker-posts

DEKRIT PRESIDEN ‘59 : DIKHIANATI SENDIRI & MENJILAT LUDAH SENDIRI

DEKRIT PRESIDEN ‘59 :  
DIKHIANATI   SENDIRI  &  MENJILAT LUDAH SENDIRI 
Oleh
Nunu A Hamijaya


Secara yuridis, dekrit presiden tercantum dalam Keputusan  Presiden (Kepres) No.150 tahun 1959. Selanjutnya dimuat dalam lembar negara No. 75 tahun 1959.Pemberlakuan hasil dekrit tahun 1959 secara yuridis masih berlaku hingga saat ini. Hal ini terdapat dalam konsideran di perubahan keempat UUD 1945 pada tahun 2002. Ada satu konsideran di dalam perubahan keempat (UUD 1945). Disebutkan bahwa undang-undang dasar yang dimaksud di dalam perubahan ini adalah undang-undang dasar yang disahkan tanggal 18 Agustus 1945 dimuat dalam berita negara tahun dua nomor 7 tanggal 15 Februari tahun 1946. Dan kemudian diberlakukan kembali dengan dekrit presiden serta dikukuhkan oleh DPRS

 ( Pakar Hukum Tata Negara, Prof. Aidul Fitriciada Azhari


Terbitnya  MANIPOL -USDEK 1959 merupakan antitesa dari substansi Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Bagi  umat  islam  bangsa Indonesia,  frasa ‘ UUD 1945 yang dijiwai  Piagam Djakarta’ pada prakteknya   hanyalah  NATO  (No  Action Talk Only). Selang tak lama,  terbit  Keputusan  Presiden (KEPPRES) Nomor 200 Tahun 1960 tentang  Pembubaran Partai Politik Masyumi. Dalam semua dokumen kenegaraan, nama  ALLLOH  tak lagi dibawa-bawa,   apalagi  BASMALAH. Negara RI  yang sekuler   lebih memilih frasa   “Dengan Rakhmat TUHAN yang Maha Kuasa”.

Perjalanan politik Masyumi - sejak didirikan pada tanggal 7 Nopember 1945 akhirnya   dibubarkan pada tahun 1960 melalui Keputusan Presiden No. 200, tertanggal 17 Agustus 1960.  Konflik antara Soekarno dengan Masyumi semakin tajam, terutama sejak adanya keinginan Soekarno mengubur partai politik pada bulan Oktober 1956, dan Konsepsi Presiden pada tahun 1957. Konflik terus berlanjut hingga masa Demokrasi Terpimpin.

Masyumi dibubarkan BUKAN KARENA terlibat PRRI. Hal ini diakui sendiri oleh Soekarno kepada Bernhard Dahm pada tahun 1966. Yang paling utama  adanya perbedaan ideologi NASAKOM, sehingga   Presiden Sukarno menggalang kerjasama dengan PKI yang berhaluan komunis.Kedua, penolakan terjadap Demokrasi Terpimpin yang melemahkan posisi legislative  dan partai politik islam  berkuasa dalam pemerintahan.  

Akhirnya,    Masyumi membubarkan diri. PRAWOTO  MANGKUSASMITO selaku Ketua PP Masyumi segera bermusyawarah untuk mengambil tindakan. Pada 13 September 1960, PP Masyumi  menyatakan  bahwa Partai Masyumi   dibubarkan. Pemimpin Masyumi, Sjafruddin Prawiranegara  dan Natsir  dipenjara    setelah  dituding  terlibat PRRI dan DI/TII.

Tijandjoer, 30 /8/2023

Posting Komentar

0 Komentar