DEKRIT PRESIDEN ‘59 : DIKHIANATI SENDIRI & MENJILAT LUDAH SENDIRI OlehNunu A Hamijaya
( Pakar Hukum Tata Negara, Prof. Aidul Fitriciada Azhari
Terbitnya MANIPOL -USDEK 1959 merupakan antitesa dari substansi Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Bagi umat islam bangsa Indonesia, frasa ‘ UUD 1945 yang dijiwai Piagam Djakarta’ pada prakteknya hanyalah NATO (No Action Talk Only). Selang tak lama, terbit Keputusan Presiden (KEPPRES) Nomor 200 Tahun 1960 tentang Pembubaran Partai Politik Masyumi. Dalam semua dokumen kenegaraan, nama ALLLOH tak lagi dibawa-bawa, apalagi BASMALAH. Negara RI yang sekuler lebih memilih frasa “Dengan Rakhmat TUHAN yang Maha Kuasa”.Perjalanan politik Masyumi - sejak didirikan pada tanggal 7 Nopember 1945 akhirnya dibubarkan pada tahun 1960 melalui Keputusan Presiden No. 200, tertanggal 17 Agustus 1960. Konflik antara Soekarno dengan Masyumi semakin tajam, terutama sejak adanya keinginan Soekarno mengubur partai politik pada bulan Oktober 1956, dan Konsepsi Presiden pada tahun 1957. Konflik terus berlanjut hingga masa Demokrasi Terpimpin.
Masyumi dibubarkan BUKAN KARENA terlibat PRRI. Hal ini diakui sendiri oleh Soekarno kepada Bernhard Dahm pada tahun 1966. Yang paling utama adanya perbedaan ideologi NASAKOM, sehingga Presiden Sukarno menggalang kerjasama dengan PKI yang berhaluan komunis.Kedua, penolakan terjadap Demokrasi Terpimpin yang melemahkan posisi legislative dan partai politik islam berkuasa dalam pemerintahan.
Akhirnya, Masyumi membubarkan diri. PRAWOTO MANGKUSASMITO selaku Ketua PP Masyumi segera bermusyawarah untuk mengambil tindakan. Pada 13 September 1960, PP Masyumi menyatakan bahwa Partai Masyumi dibubarkan. Pemimpin Masyumi, Sjafruddin Prawiranegara dan Natsir dipenjara setelah dituding terlibat PRRI dan DI/TII.
Tijandjoer, 30 /8/2023
0 Komentar
selalu santun dan layak dibaca