Menolak PANCASILA masuk PENJARA : Umat Islam Indonesia Kecolongan lagi ? Oleh Nunu A HamijayaSejarawan/Penulis Buku Tetralogi islam Bernegara
Pengantar
Di era Orde Baru, diskursus tentang Pancasila sebagai Asas tunggal bagi organiasi kemasyarakatan dan organis politik telah menciptakan tragedi dan teror serta hantu yang menimbulka ketegangang politik yang berujung pada kekerasan rezim terhadap umat islam, khususnya para aktivis islam. Banyak aktivitas politik islam yang dijebloskan ke penjara sebagai tapol. Di era eformasi, terutama di era Pemerintahan JOKOWI ( 2023) ini, status Pancasila bukan lagi sebagai asas tunggal akan tetapi sudah naik statusnya menjadi HUKUM bahkan sudah setara dengan AGAMA.
I Gusti Ngurah Santika dalam tulisannya berjudul Tinjauan Historis Terhadap Keppres No. 24 Tahun 2016 Tentang Hari Lahir Pancasila (2021) mencatat, penetapan 1 Juni sebagai Hari Lahir Pancasila telah diperjuangkan sejak era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Akhirnya hal itu terlaksana dengan dituangkannya Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 2016 tentang Hari Lahir Pancasila. 1 Juni dipilih berdasarkan pertimbangan bahwa Soekarno-lah yang pertama kali berpidato mengusulkan Pancasila sebagai dasar negara, setelah sebelumnya timbul perdebatan mengenai tanggal berapa tepatnya Hari Lahir Pancasila itu (antara 1 Juni 1945, 22 Juni 1945, dan 18 Agustus 1945).
Dalam Pembukaan UUD 1945 yang disahkan pada 18 Agustsus 1945, tidak ada kata PANCASILA didalamnya, namun hanya rincian dari kelima sila itu yang menandai secara hukum atau konstitusional berdirinya Negara Republik Indonesia. Jadi, harus dibedakan Hari kemerdekaan 17 Agustus dengan hari Berdirinya Negara RI, pada 18 Agustus 1945. Yang selama ini dirayakan oleh rakyat Indonesia adalah hari Kemerdekaan sebagai bangsa Indonesia berdasarkan Proklamasi Kemerdekaan bangsa Indonesia, yang ditandatangani oleh Soekarno-Hatta di Jalan Pegangsaan Timur 56 jakarta.
http://tengkunoveniayahya.blogspot.com/2014/01/opini.html?m=1
Pancasila bukan lagi suatu ideologi. Pancasila adalah filsafat bangsa kita yang sejati .Itulah pernyataan A.M. Hendropriyon, Ketua Senat Dewan Guru Besar Sekolah Tinggi Hukum Militer.Guru Besar Sekolah Tinggi Intelijen Negara.(https://news.detik.com/kolom/d-5915596/pancasila-bukan-ideologi. Atas pernyataan tersebut, apakah sebuah filsafat bangsa dapat menjadi naik statusnya sebagai sebuah hukum yang jika berbeda pandangan, tidak memilihnya sebagai filsafat, bahkan melakukan perlawanan dalam ranah filsafat , maka seeroang atau sekelompok orang akan dikenai delik hukum/sanksi hukum?
Dalam UU No. 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan sebagai penyempurnaan terhadap Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389),dalam Pasal 2, menyatakan
“Penempatan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum negara adalah sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 alinea keempat yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/ Perwakilan, dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, sehingga setiap materi muatan Peraturan Perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila”.
Dengan demikian, Pancasila tidak dapat digolongkan sebagai bagian dari hukum positif karena sudah melampaui tata hukum positif (transcedental-logic), namun nilai-nilai yang terkandung di dalamnya menjadi penentu validitas seluruh tata hukum positif,in casu seluruh peraturan perundang-undangan yang dimaksudkan oleh UU12/2011 harus bersumber dari nilai-nilai Pancasila.
Pancasila Bukan Dasar Negara
Pancasila sebagai sebagai sumber dari segala sumber hukum tidak dapat dimaknai bahwa Pancasila setara dengan peraturan perundang-undangan. Menurut Mahkamah Konstitusi, Pancasila bukan merupakan jenis peraturan perundang-undangan.
Menurut Mahkamah Konstitusi penegasan dalam Putusan 82/PUU-XVI/2018 bahwa menempatkan Pancasila sebagai dasar negara dalam hierarki peraturan perundang-undangan, sekalipun letaknya di atas UUD 1945, justru akan merusak tatanan hukum karena sama artinya menjadi Pancasila sebagai norma hukum yang memungkinkan untuk dapat dilakukan perubahan.
Dengan demikian, Pancasila tidak dapat digolongkan sebagai bagian dari hukum positif karena sudah melampaui tata hukum positif (transcedental-logic), namun nilai-nilai yang terkandung di dalamnya menjadi penentu validitas seluruh tata hukum positif, incasu seluruh peraturan perundang-undangan yang dimaksudkan oleh UU12/2011 harus bersumber dari nilai-nilai Pancasila.
Pancasila: Philosophische Grondslag Versus Ideologi
Adnan Buyung Nasution, dalam "The Aspiration for Constitutional Government in Indonesia, 1992, berbasis disertasinya di Universitas Utrecht, Belanda, menjelaskan bahwa ada tiga kelompok ideologis yang bertarung debat dalam Konstituante (lembaga pembentuk UUD) sepanjang tahun 1955-1957, yakni kelompok Pancasila, Kelompok Islam dan Kelompok Sosial-Ekonomi. Kelompok pertama diwakili antara lain oleh PNI (Partai Nasionalis Indonesia) dan PKI (Partai Komunis Indonesia), kelompok kedua diwakili antara lain Masyumi dan Nahdatul Ulama. Sedang kelompok ketiga diwakili antara lain Partai Murba dan Partai Buruh. Jumlah peserta masing-masing 274 orang, 230 orang dan sisanya 10.
"Philosophische Grondslag" (Filosofi dasar) atau dalam bahasa Jerman "Weltanschauung" (view to the world atau pandangan dunia) adalah penjelasan tentang sebuah alasan atas sebuah eksistensi. Pancasila disebutkan filosofis dasar, kala dulu, karena menjelaskan alasan adanya sebuah dasar negara baru, yakni negara Indonesia.
• Pancasila bergeser sebagai ideologi, menurut Buyung Nasution, dimulai ketika Sukarno berpidato di Amuntai, Kalimantan, 1953, tentang Pancasila vs Islam. Sukarno, yang sebelumnya melihat Pancasila sebagai konsensus/filosofi dasar untuk mengakomodasi berbagai ideologi dan faham yang berkembang di Indonesia, mulai mengkristalkan Pancasila sebagai sebuah ajaran khusus.
• Sukarno telah meninggalkan Pancasila dari "filosofi dasar" (yang dalam istilah Jean Paul Sartre sebagai "major system of thought"), kepada ideologi, (Sartre: "minor system of ideas living on the margin of the genuine philosophy and exploiting the domain of greater system). Agar Pancasila bisa menjadi ideologi, Sukarno mengintegrasikan Komunisme sebagai kekuatan inti dan pandangan-pandangan anti Islam sebagai penguat, pada ajaran Sosialisme Sukarno tersebut.
Menurut Rizky Argama , Direktur Riset dan Inovasi di Pusat Studi Hukum dan kajian Indonesia (PSHKI) dalam teori Hans Nawiasky yang dikenal dengan Stuferordnung der Recht Normen, terdapat jenis-jenis dan tingkatan atiuran, yaitu “:
1. Staatsfundamentalnorm (Norma fundamental negara/abstrak/su,ner hukum, contoh Pancasila)
2. Staatsgrundgesetz (Sturan dasar/aturan pokok negarea/konstitusi/UUD)
3. Foirmell gesets (Undan0undang)
4. Verordnung & Sutonome Satzung (Sturan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Daerah)
Sejalan dengan pendapat di atas, maka UUD 1945 berada pada tataran staatsgrundgesetz atau sebagai konstusi suatu negara. Bagaimana dengan pancasila? Berdasarkan Pasal 2 UU No. 12/2011, yaitu Pancasila nerupakan sumber segala sumber hukum negara. Jika kembali ke teori Hans Nawiaskyu, berarti letak pancasila ada pada tataran Staatsfundamentalnorm.
Pancasila tidak ada dalam hierarki peraturan perundang-undangan karena nilai-nilai Pancasila telah terkandung dalam suatu norma di UUD 1945. Hal ini sesuai bunyi Pasal 3 ayat (1) UU 12/2011, yakni: Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan hukum dasar dalam Peraturan Perundang-undangan. Maksudnya “hukum dasar” adalah norma dasar bagi pembentukan peraturan perundang-undangan yang merupakan sumber hukum bagi pembentukan peraturan perundangundangan di bawah UUD 1945.
Maka, Pancasila bukan dasar hukum, apalagi hukum itu sendiri, melainkan sebagai sumber dari segala sumber hukum. Kedudukannya berdasarkan teori Hans Nawiasky diatas UUD 1945, karena sesuai dengan UU No,or 12/2022, bahwa dasar hukum tertimggi dalam hirarkki tata hukum Neara RI adalah UUD 1945 sesuai pasal 7 ayat (1) . Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 .
Pancasila Menjadi Hukum :
Menolak, Mengubah, Mengganti, Menyebarkan Isme Kontra di Hukum
Namun, di Era pemerintahan JOKOWI, ternyata disahkan sebuah UU tentang PANCASILA. Undang-Undang Nomor 1 tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dalam Buku Kedua BAB I tentang Tindak Pidana terhadap Keamanan Negara ini terdapat pada halaman 59 hingga halaman 70. Pasal 188
1. Setiap Orang yang menyebarkan dan mengembangkan ajaran komunisme/marxisme-leninisme atau paham lain yang bertentangan dengan Pancasila Di Muka Umum dengan lisan atau tulisan termasuk menyebarkan atau mengembangkan melalui media apa pun, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun.
2. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan maksud mengubah atau mengganti Pancasila sebagai dasar negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun.
3. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayal (1) atau ayat (2) mengakibatkan terjadinya kerusuhan dalam masyarakat atau kerugian Harta Kekayaan, dipidana dengan pidana penjara paling lama l0 (sepuluh) tahun.
4. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mengakibatkan orang menderita Luka Berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun.
5. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mengakibatkan matinya orang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.
6. Tidak dipidana orang yang melakukan kajian terhadap ajaran komunisme/marxisme-leninisme atau paham lain yang bertentangan dengan Pancasila untuk kepentingan ilmu pengetahuan.
Tjiandjoer, 24/02/2024
0 Komentar
selalu santun dan layak dibaca